Rabu, 15 Januari 2014

Cerpen: Mutiara Hitam Dari Timur


Mutiara Hitam Dari Timur
            Ocean Kulganiawilsih Amarajingga Riddict , atau yang biasa disapa Ocean, sangat menyukai lautan. Menurutnya lautan itu menarik, tempat biota-biota laut yang unik nan cantik. Ocean lahir di Lombok, surganya lautan yang elok. Hobi Ocean tak lain dan tak bukan adalah menyelam atau yang lebih dikenal dengan diving.
            Ayah Ocean berasal dari Selandia Baru atau yang lebih popular dengan nama New Zealand. Beliau jatuh cinta pada ibu Ocean saat melancong ke Lombok. Menurut beliau, Indonesia itu sangat menarik. Terutama pada lautan dan jejeran pulau-pulau yang ada serta dengan berbagai agama, suku, ras, dan kebudayaan yang saling menghormati.
            Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar didunia. Antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Ocean sangat bersyukur Indonesia adalah negara maritim, kalau tidak, ia tak akan mungkin lahir ke dunia ini karena kedua orang tuanya bersatu karena hal tersebut.
            Akhir pekan ini, adalah akhir pekan yang ditunggu-tunggu oleh Ocean. Papanya berjanji akan membawanya berlibur ke Papua. Disana Ocean akan berlibur ke Rumah Om Basta. Om Basta bekerja dibidang penelitian biota laut dan beliau ditempatkan di Papua. Beliau pernah mengirimkan foto pantai yang sangat indah pada Ocean. Om Basta menyebutnya sebagai Pantai Hitam. Sesuai dengan namanya, keunikan dari pantai itu berasal dari bebatuan cantik berwarna hitam di sepanjang pantai tersebut. Ocean semakin tidak sabar untuk menunggu Hari Sabtu.
            Ocean jadi teringat akan liburannya dua tahun yang lalu saat di kampung halaman papanya di daerah suburban bernama New Lynn, di Auckland Barat. Auckland adalah kota pelayaran. Tak khayal disini banyak sekali pantai yang indah. Oh, itu adalah liburan yang paling menyenangkan yang pernah ia rasakan. Akankah liburannya kali ini sangat menyenangkan sama seperti di Auckland? Untuk itu Ocean belum tahu. Yang jelas saat ini ia harus mempersiapkan segalanya dengan matang.
            Hari Sabtu pagi yang cerah saat burung-burung berkicau menyanyikan lagu semangat. Ocean yang sudah menyiapkan barang-barang liburannya itu langsung menuju ke kamar kedua orang tuanya.
            “Papa, mama ayo bangun!”
            “Aduh, anak gadis mama. Pagi-pagi seperti ini ada apa sih? Lihat, papamu masih               tertidur lelap”
            “Lho, bukannya akhir pekan ini kita sekeluarga hendak pergi ke Rumah Om Basta?           Ayo cepat bersiap, aku sudah tidak sabar.”
            “Iya-iya sayang. Tapi ini masih jam lima pagi. Sudahlah, kamu tunggu di dapur.                 Sebentar lagi kita sarapan bersama.”
            Ocean hanya bisa menelan kekecewaannya saat itu. Namun setelah mereka sekeluarga sarapan, semangat gadis berusia tiga belas tahun itu kembali berkobar. Keriangan hatinya dapat dilihat saat ia bersenandung-ria di mobil ketika menuju bandara.
            Tak terasa kini ia sudah berada di dalam pesawat. Perjalanan selama tiga jam bagaikan terasa tiga hari untuknya, lama sekali. Tak heran jika selama perjalanan, Ocean selalu menggerutu. Kedua orang tua Ocean hanya bisa menggeleng kepala melihat kelakuan anak semata wayangnya itu.
            “Horeee…!!! Ocean sudah di Papua!” Itulah teriakan Ocean saat sudah sampai di Bandara Sentani. Ketika itu Om Basta sudah menunggu di bandara. Ketika Ocean melihat Om Basta, gadis itu berlari dan saat sampai, ia langsung memeluk laki-laki paruh baya itu. Tapi ternyata Om Basta tidak sendiri, beliau mengajak Sean, anak laki-laki semata wayangnya.
            Sean berusia tiga tahun lebih tua daripada Ocean. Dulu ketika Om Basta masih belum dipindah tugaskan ke Papua dan masih menjadi tetangga Ocean, gadis itu sering bermain dengan Sean. Bagi Ocean yang kala itu berusia lima tahun, Sean adalah kakak laki-laki yang baik yang tak pernah ia punya. Tapi setelah kepindahan itu, Ocean dan Sean jadi jarang berkomunikasi hingga akhirnya putus komunikasi sama sekali. Hanya Om Basta yang selalu berhubungan dengannya, itu juga karena Om Basta mempunyai hobi yang sama dengannya.
            Ocean menjadi malu sendiri di hadapan Sean. Mungkin itu karena Ocean baru melihat Sean pertama kalinya setelah delapan tahun tak bertemu. Sean menatap Ocean dengan perasaan geli. Itu karena sikap adik kecilnya yang dulu tidak pernah berubah, yaitu selalu kekanakan. Setelah sambutan Om Basta di bandara itu, mereka semua melanjutkan perjalanan menuju Rumah Om Basta.
            Di perjalanan, Ocean mengoceh tentang Pantai Hitam yang fotonya pernah dikirimkan Om Basta kala itu. Kata Om Basta langsung, pantai itu berada 100 meter dari pintu masuk Desa Tablanusu. Desa Tablanusu adalah desa mungil yang dihuni oleh orang Papua yang ramah. Rumah-rumah penduduk dari kayu juga berjejer rapi di desanya. Tak ada lalu lalang kendaraan juga membuatnya tiada polusi, udara jernih akan memenuhi paru-paru. Om Basta berjanji untuk menemani Ocean menyelam di pantai itu keesokan harinya.
            Satu hari cepat berlalu. Kini, Ocean sudah berada di Pantai Hitam. Sebenarnya Pantai Hitam bukanlah nama aseli pantai itu, tetapi itu adalah sebutan dari Om Basta sendiri. Dalam pikiran Ocean ia berpikir, bahwa beruntung sekali ia menjadi anak Indonesia karena mempunyai negara yang mempunyai banyak sebutan yang membanggakan, salah satunya Negara Maritim.
            Om Basta menyewa satu buah kapal boat untuk menyelam. Ocean begitu terkejut ketika tahu Sean juga ikut menyelam. Setahu Ocean, Sean sama sekali tidak suka berenang. Tapi yang ia lihat, kini Sean sangat ahli dalam hal tersebut. Sebelum Ocean menyelam, ia sudah terlebih dahulu menyiapkan kamera bawah lautnya. Ia ingin momen-momen indah di bawah laut itu diabadikan.
            Sungguh keindahan dunia yang tiada tara. Warna-warna cantik dari berbagai terumbu karang, ikan-ikan lucu nan imut, serta tumbuhan-tumbuhan laut yang sangat mempesona, merupakan anugerah terindah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Rasanya, Ocean ingin hidup di bawah sana. Andai ia bisa menciptakan negeri bawah air, pasti akan ia ciptakan. Berkhayal tentang menjadi putri kerajaan bawah air, memang sangat menyenangkan. Setelah puas memfoto berbagai keindahan bawah laut, Ocean sudah harus kembali ke kapal. Pasokan tabung oksigennya sudah hampir habis.
            Setelah mandi dan berganti baju, Ocean langsung mengambil tempat di bebatuan besar pantai. Menikmati indahnya matahari terbenam tak kalah indahnya dengan menikmati keelokan bawah laut. Tanpa ia sadar, Ocean melentangkan tangannya dan menutup mata. Ia biarkan sapuan angin sepoi-sepoi menyentuh paras cantiknya. Tenang dan nyaman. Rasanya ia ingin sekali tinggal lebih lama lagi di Papua. Namun sayang, liburan awal semester sekolahnya hanya dua minggu, itupun minggu pertama sudah ia habiskan untuk pariwisata di Lombok.
            Sean duduk di sebelah Ocean. Wajah Sean yang Indonesia-Selandia Baru itu, nampak memancarkan rasa kasih sayang. Di tepuknya pundak Ocean dengan perlahan, membuat gadis itu reflek membuka mata.
            “Eh, Kak Sean.”
“Kamu sedang meinkmati matahari terbenam ya, sampai-sampai aku datang kamu baru sadar. Memang pemandangan disini sangat indah. Aku jadi suka menyelam karena pantai ini.”
            “Jadi kakak sudah pernah kesini berkali-kali?”
“Bukan hanya berkali-kali, tapi ratusan kali. Oh iya, disini aku mempunyai teman orang Papua aseli. Namanya Samudera, anak-anak biasa memanggilnya Sam. Aku ingin mengenalkanya padamu, dia sahabat dekatku disini. Kurasa sebentar lagi ia akan ke sini. Dia berumur lima belas tahun, Sam biasa menangkap ikan jika sudah sore begini.”
            Akhirnya orang yang ditunggu-tungu sudah datang. Ocean sangat senang sekali mendapat teman baru. Sore hari nan indah itu dihabiskan mereka untuk bersenang-senang. Sean, Ocean, dan Sam, ketiganya menulis masing-masing keinginannya di selembar kertas. Kertas itu lalu dimasukan ke dalam kayu yang sudah dilubangi terlebih dahulu tengahnya. Setelah semua beres, kayu itu dihanyutkan ke laut, berharap Tuhan akan menjabah impian mereka itu.
            Hari ketiga di Papua, digunakan Ocean dengan baik. Kini ia sudah mulai akrab kembali dengan Sean dan Sam. Suatu ketika, saat mereka sedang menangkap ikan di Pantai Hitam, Sean mengatakan hal yang unik mengenai nama mereka masing-masing. Sean, Ocean, dan Samudera, sama-sama berartikan lautan. Mereka rasa, lautanlah yang menyatukan mereka menjadi seseorang yang dekat satu sama lain.
            Bermula dari Ocean yang suka menyelam, Sean yang jatuh cinta dengan keindahan Pantai Hitam, lalu Sam yang sudah bersahabat dengan lautan dari kecil. Dan satu hal lagi yang tak luput, mereka bertiga memulai persahabatan itu dari Pantai Hitam. Bagaikan mutiara hitam dari timur saja persahabatan ketiganya. Sangat berharga. Mungkin, Pantai Hitam memiliki tempat tertentu di hati ketiganya karena telah menyatukan persahabatan yang indah itu.
            Ikrar janji persahabatan mereka terucap ketika hari keempat di Pantai Hitam. Meskipun mereka berbeda suku, ras, agama, dan kebudayaan antar golongan, ketiganya sangat menjunjung persahabatan. Sean yang lebih tua dari Ocean dan Sam, sangat mengerti hal itu. Ia sangat menyayangi kedua sahabat hidupnya itu. Menurut Sean pribadi, Pantai Hitam mempunyai daya mistis yang sangat eksotik nan indah, sehingga siapapun yang kesana pasti akan jatuh cinta dibuatnya.
            Menyelam di Pantai Hitam, mencari ikan dengan menggunakan sampan, makan-makanan tradisional Papua, melihat tari tradisional pertunjukan Papua, merupakan kenangan yang tak akan pernah Ocean lupakan. Kini ia bisa menjawab pertanyaan di hatinya dulu, akankah liburannya kali ini sangat menyenangkan sama seperti di Auckland? Dan jawabannya adalah sangat menyenangkan.
            Tak terkecuali dengan Sam, ia sangat bahagia bisa berteman dan bersahabat dengan Ocean dan Sean. Kini melalui Pantai Hitam milik pulaunya itu, ia bisa membuktikan bahwa Indonesia sangat dicintai oleh banyak orang dari berbagai negara. Tak akan ia sia-siakan hidup di bumi Indonesia. Sam sangat bercita-cita untuk memperkenalkan keelokan pantai-pantai di seluruh Indonesia pada dunia.
            Hari kelima di Papua merupakan hari terakhir Ocean di sana. Empat hari lagi, ia harus masuk sekolah. Itu berarti, esok ia harus sudah kembali ke Lombok.
“Hei, aku tak akan lupa pada kenangan kita di sini. Setiap akhir pekan, aku akan mengirimi kalian surat. Di Lombok, pasti aku akan merindukan kalian." Ucap Ocean
“Ya, jangan lupakan Sam. Sam pasti juga rindu sama kamu orang.” Lanjut Sam.
“Benar kata Sam, Ocean. Kami pasti merindukanmu.” Sambung Sean.
            Mereka benar-benar menikmati momen-momen terakhir kebersamaan kala itu. Ketiganya berharap, persahabatan itu tak lekang oleh waktu dan surat impian itu juga benar-benar dijabah oleh Tuhan. Sebenarnya tanpa mereka sadari, ketiganya memohon permohonan yang sama, yaitu :
            “Tuhan, jadikanlah persahabatan ini indah selamanya. Seindah Pantai Hitam…”

TAMAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar