Mutiara Hitam Dari Timur
Ocean Kulganiawilsih Amarajingga Riddict , atau yang
biasa disapa Ocean, sangat menyukai lautan. Menurutnya lautan itu menarik,
tempat biota-biota laut yang unik nan cantik. Ocean lahir di Lombok, surganya
lautan yang elok. Hobi Ocean tak lain dan tak bukan adalah menyelam atau yang
lebih dikenal dengan diving.
Ayah Ocean berasal dari Selandia Baru atau yang lebih
popular dengan nama New Zealand. Beliau jatuh cinta pada ibu Ocean saat
melancong ke Lombok. Menurut beliau, Indonesia itu sangat menarik. Terutama
pada lautan dan jejeran pulau-pulau yang ada serta dengan berbagai agama, suku,
ras, dan kebudayaan yang saling menghormati.
Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan
terbesar didunia. Antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut,
tapi bukanlah menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk
saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Ocean sangat bersyukur
Indonesia adalah negara maritim, kalau tidak, ia tak akan mungkin lahir ke
dunia ini karena kedua orang tuanya bersatu karena hal tersebut.
Akhir pekan ini, adalah akhir pekan yang ditunggu-tunggu
oleh Ocean. Papanya berjanji akan membawanya berlibur ke Papua. Disana Ocean
akan berlibur ke Rumah Om Basta. Om Basta bekerja dibidang penelitian biota
laut dan beliau ditempatkan di Papua. Beliau pernah mengirimkan foto pantai
yang sangat indah pada Ocean. Om Basta menyebutnya sebagai Pantai Hitam. Sesuai
dengan namanya, keunikan dari pantai itu berasal dari bebatuan cantik berwarna
hitam di sepanjang pantai tersebut. Ocean semakin tidak sabar untuk menunggu
Hari Sabtu.
Ocean jadi teringat akan liburannya dua tahun yang lalu
saat di kampung halaman papanya di daerah suburban bernama New Lynn, di
Auckland Barat. Auckland adalah kota pelayaran. Tak khayal disini banyak sekali
pantai yang indah. Oh, itu adalah liburan yang paling menyenangkan yang pernah
ia rasakan. Akankah liburannya kali ini sangat menyenangkan sama seperti di
Auckland? Untuk itu Ocean belum tahu. Yang jelas saat ini ia harus
mempersiapkan segalanya dengan matang.
Hari Sabtu pagi yang cerah saat burung-burung berkicau
menyanyikan lagu semangat. Ocean yang sudah menyiapkan barang-barang liburannya
itu langsung menuju ke kamar kedua orang tuanya.
“Papa, mama ayo bangun!”
“Aduh, anak gadis mama. Pagi-pagi seperti ini ada apa
sih? Lihat, papamu masih
tertidur lelap”
“Lho, bukannya akhir pekan ini kita sekeluarga hendak
pergi ke Rumah Om Basta? Ayo
cepat bersiap, aku sudah tidak sabar.”
“Iya-iya sayang. Tapi ini masih jam lima pagi. Sudahlah,
kamu tunggu di dapur.
Sebentar lagi kita sarapan bersama.”
Ocean hanya bisa menelan kekecewaannya saat itu. Namun
setelah mereka sekeluarga sarapan, semangat gadis berusia tiga belas tahun itu
kembali berkobar. Keriangan hatinya dapat dilihat saat ia bersenandung-ria di
mobil ketika menuju bandara.
Tak terasa kini ia sudah berada di dalam pesawat.
Perjalanan selama tiga jam bagaikan terasa tiga hari untuknya, lama sekali. Tak
heran jika selama perjalanan, Ocean selalu menggerutu. Kedua orang tua Ocean
hanya bisa menggeleng kepala melihat kelakuan anak semata wayangnya itu.
“Horeee…!!! Ocean sudah di Papua!” Itulah teriakan Ocean
saat sudah sampai di Bandara Sentani. Ketika itu Om Basta sudah menunggu di
bandara. Ketika Ocean melihat Om Basta, gadis itu berlari dan saat sampai, ia
langsung memeluk laki-laki paruh baya itu. Tapi ternyata Om Basta tidak
sendiri, beliau mengajak Sean, anak laki-laki semata wayangnya.
Sean berusia tiga tahun lebih tua
daripada Ocean. Dulu ketika Om Basta masih belum dipindah tugaskan ke Papua dan
masih menjadi tetangga Ocean, gadis itu sering bermain dengan Sean. Bagi Ocean
yang kala itu berusia lima tahun, Sean adalah kakak laki-laki yang baik yang
tak pernah ia punya. Tapi setelah kepindahan itu, Ocean dan Sean jadi jarang
berkomunikasi hingga akhirnya putus komunikasi sama sekali. Hanya Om Basta yang
selalu berhubungan dengannya, itu juga karena Om Basta mempunyai hobi yang sama
dengannya.
Ocean menjadi malu sendiri di
hadapan Sean. Mungkin itu karena Ocean baru melihat Sean pertama kalinya
setelah delapan tahun tak bertemu. Sean menatap Ocean dengan perasaan geli. Itu
karena sikap adik kecilnya yang dulu tidak pernah berubah, yaitu selalu
kekanakan. Setelah sambutan Om Basta di bandara itu, mereka semua melanjutkan
perjalanan menuju Rumah Om Basta.
Di perjalanan, Ocean mengoceh
tentang Pantai Hitam yang fotonya pernah dikirimkan Om Basta kala itu. Kata Om
Basta langsung, pantai itu berada 100 meter dari pintu masuk Desa Tablanusu. Desa
Tablanusu adalah desa mungil yang dihuni oleh orang Papua yang ramah.
Rumah-rumah penduduk dari kayu juga berjejer rapi di desanya. Tak ada lalu
lalang kendaraan juga membuatnya tiada polusi, udara jernih akan memenuhi
paru-paru. Om Basta berjanji untuk menemani Ocean menyelam di pantai itu
keesokan harinya.
Satu hari cepat berlalu. Kini, Ocean
sudah berada di Pantai Hitam. Sebenarnya Pantai Hitam bukanlah nama aseli
pantai itu, tetapi itu adalah sebutan dari Om Basta sendiri. Dalam pikiran
Ocean ia berpikir, bahwa beruntung sekali ia menjadi anak Indonesia karena
mempunyai negara yang mempunyai banyak sebutan yang membanggakan, salah satunya
Negara Maritim.
Om Basta menyewa satu buah kapal
boat untuk menyelam. Ocean begitu terkejut ketika tahu Sean juga ikut menyelam.
Setahu Ocean, Sean sama sekali tidak suka berenang. Tapi yang ia lihat, kini
Sean sangat ahli dalam hal tersebut. Sebelum Ocean menyelam, ia sudah terlebih
dahulu menyiapkan kamera bawah lautnya. Ia ingin momen-momen indah di bawah
laut itu diabadikan.
Sungguh keindahan dunia yang tiada
tara. Warna-warna cantik dari berbagai terumbu karang, ikan-ikan lucu nan imut,
serta tumbuhan-tumbuhan laut yang sangat mempesona, merupakan anugerah terindah
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Rasanya, Ocean ingin hidup di bawah sana. Andai ia
bisa menciptakan negeri bawah air, pasti akan ia ciptakan. Berkhayal tentang
menjadi putri kerajaan bawah air, memang sangat menyenangkan. Setelah puas
memfoto berbagai keindahan bawah laut, Ocean sudah harus kembali ke kapal.
Pasokan tabung oksigennya sudah hampir habis.
Setelah mandi dan berganti baju,
Ocean langsung mengambil tempat di bebatuan besar pantai. Menikmati indahnya
matahari terbenam tak kalah indahnya dengan menikmati keelokan bawah laut. Tanpa
ia sadar, Ocean melentangkan tangannya dan menutup mata. Ia biarkan sapuan
angin sepoi-sepoi menyentuh paras cantiknya. Tenang dan nyaman. Rasanya ia
ingin sekali tinggal lebih lama lagi di Papua. Namun sayang, liburan awal
semester sekolahnya hanya dua minggu, itupun minggu pertama sudah ia habiskan
untuk pariwisata di Lombok.
Sean duduk di sebelah Ocean. Wajah
Sean yang Indonesia-Selandia Baru itu, nampak memancarkan rasa kasih sayang. Di
tepuknya pundak Ocean dengan perlahan, membuat gadis itu reflek membuka mata.
“Eh, Kak Sean.”
“Kamu
sedang meinkmati matahari terbenam ya, sampai-sampai aku datang kamu baru
sadar. Memang pemandangan disini sangat indah. Aku jadi suka menyelam karena
pantai ini.”
“Jadi kakak sudah pernah kesini
berkali-kali?”
“Bukan
hanya berkali-kali, tapi ratusan kali. Oh iya, disini aku mempunyai teman orang
Papua aseli. Namanya Samudera, anak-anak biasa memanggilnya Sam. Aku ingin
mengenalkanya padamu, dia sahabat dekatku disini. Kurasa sebentar lagi ia akan
ke sini. Dia berumur lima belas tahun, Sam biasa menangkap ikan jika sudah sore
begini.”
Akhirnya orang yang ditunggu-tungu
sudah datang. Ocean sangat senang sekali mendapat teman baru. Sore hari nan
indah itu dihabiskan mereka untuk bersenang-senang. Sean, Ocean, dan Sam,
ketiganya menulis masing-masing keinginannya di selembar kertas. Kertas itu
lalu dimasukan ke dalam kayu yang sudah dilubangi terlebih dahulu tengahnya.
Setelah semua beres, kayu itu dihanyutkan ke laut, berharap Tuhan akan menjabah
impian mereka itu.
Hari ketiga di Papua, digunakan
Ocean dengan baik. Kini ia sudah mulai akrab kembali dengan Sean dan Sam. Suatu
ketika, saat mereka sedang menangkap ikan di Pantai Hitam, Sean mengatakan hal
yang unik mengenai nama mereka masing-masing. Sean, Ocean, dan Samudera,
sama-sama berartikan lautan. Mereka rasa, lautanlah yang menyatukan mereka menjadi
seseorang yang dekat satu sama lain.
Bermula dari Ocean yang suka
menyelam, Sean yang jatuh cinta dengan keindahan Pantai Hitam, lalu Sam yang
sudah bersahabat dengan lautan dari kecil. Dan satu hal lagi yang tak luput,
mereka bertiga memulai persahabatan itu dari Pantai Hitam. Bagaikan mutiara
hitam dari timur saja persahabatan ketiganya. Sangat berharga. Mungkin, Pantai
Hitam memiliki tempat tertentu di hati ketiganya karena telah menyatukan
persahabatan yang indah itu.
Ikrar janji persahabatan mereka
terucap ketika hari keempat di Pantai Hitam. Meskipun mereka berbeda suku, ras,
agama, dan kebudayaan antar golongan, ketiganya sangat menjunjung persahabatan.
Sean yang lebih tua dari Ocean dan Sam, sangat mengerti hal itu. Ia sangat
menyayangi kedua sahabat hidupnya itu. Menurut Sean pribadi, Pantai Hitam
mempunyai daya mistis yang sangat eksotik nan indah, sehingga siapapun yang
kesana pasti akan jatuh cinta dibuatnya.
Menyelam di Pantai Hitam, mencari
ikan dengan menggunakan sampan, makan-makanan tradisional Papua, melihat tari
tradisional pertunjukan Papua, merupakan kenangan yang tak akan pernah Ocean
lupakan. Kini ia bisa menjawab pertanyaan di hatinya dulu, akankah liburannya
kali ini sangat menyenangkan sama seperti di Auckland? Dan jawabannya adalah
sangat menyenangkan.
Tak terkecuali dengan Sam, ia sangat
bahagia bisa berteman dan bersahabat dengan Ocean dan Sean. Kini melalui Pantai
Hitam milik pulaunya itu, ia bisa membuktikan bahwa Indonesia sangat dicintai
oleh banyak orang dari berbagai negara. Tak akan ia sia-siakan hidup di bumi
Indonesia. Sam sangat bercita-cita untuk memperkenalkan keelokan pantai-pantai
di seluruh Indonesia pada dunia.
Hari kelima di Papua merupakan hari
terakhir Ocean di sana. Empat hari lagi, ia harus masuk sekolah. Itu berarti,
esok ia harus sudah kembali ke Lombok.
“Hei,
aku tak akan lupa pada kenangan kita di sini. Setiap akhir pekan, aku akan
mengirimi kalian surat. Di Lombok, pasti aku akan merindukan kalian." Ucap
Ocean
“Ya,
jangan lupakan Sam. Sam pasti juga rindu sama kamu orang.” Lanjut Sam.
“Benar
kata Sam, Ocean. Kami pasti merindukanmu.” Sambung Sean.
Mereka benar-benar menikmati
momen-momen terakhir kebersamaan kala itu. Ketiganya berharap, persahabatan itu
tak lekang oleh waktu dan surat impian itu juga benar-benar dijabah oleh Tuhan.
Sebenarnya tanpa mereka sadari, ketiganya memohon permohonan yang sama, yaitu :
“Tuhan, jadikanlah persahabatan ini
indah selamanya. Seindah Pantai Hitam…”
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar